Minggu, 04 Mei 2014

Onnie Series : ASTAGAA! (cerpen)

Ku post disini. Dari pada ngejamur di facebook =)

Siang itu cerah. Gak terlalu panas. Matahari juga tidak terlalu heboh mengeluarkan energinya. Yang disinari menerima dengan ceria. Banyak yang menghabiskan siang ini di luar. Entah itu sekedar jalan-jalan, olah raga, dan kegiatan outdoor lainnya. Semua turut serta meramaikan hari itu. Seakan-akan tidak mau ketinggalan keceriaan matahari.

       Tapi itu semua gak berlaku buatku. Mau matahari seneng, bahagia (sama aja kayaknya?), galau, ancur bodo amat! Aku lagi kesel banget sama adik tiriku. Sumpah dia rese' banget. Dia anak paling nyebelin di dunia!!!

       But hey, don't me judge to hard. Bukan karena dia adik tiri maka aku membencinya. Bukan. Aku gak membencinya. Cuman kesel aja. Dia itu isengnya gak ketulungan. Entah mamanya dulu ngidam apa ketika mengandungnya. Burung beo mungkin :D .
       Mamanya. Apa kalian merasa aneh dengan kata itu. Kenapa aku mengatakan seperti itu? Bukannya kalau mamanya itu berarti mamaku, bukan?
       Hehe... Mama dia bukan mamaku. Jelas karena dia adik tiriku. Papa kandungku sudah lama meninggal. Karena kecelakaan kereta api. Kereta api yang ditumpangi terguling saat akan pulang dari Bandung. Padahal, sudah 2 minggu aku menunggu kedatangannya. Aku sudah menunggu keceriaannya, nasehatnya, oleh-olehnya. Tapi itu semua menjadi mimpi. Dia meninggal saat aku berumur 7 tahun. Setelah dia berada di bandung selama hampir setahun. Bayangkan. Aku benar-benar menunggu kedatangan hari itu. Aku bangun pagi, mandi cepat cepat, sarapan terburu-buru untuk menyambutnya. Dan...... Dan...... Itu...... . Yah, kalian tau kelanjutannya. Ahhh.... Mataku berkaca-kaca lagi. :'(
       Sedangkan mama adikku meninggal saat melahirkannya. Benar-benar tragis. Bahkan dia belum sempat mendapat senyuman dari mamanya. Sebetulnya, aku juga sedih mendengar itu. Tapi karena dia raja jahil, hilang sudah itu. Tapi bukan berarti aku dengan suka-suka membahas itu. Aku juga menangis kalau dia menceritakan itu.
       Hey, aku belum berkenalan! Maaf. Aku kalau sedang bercerita selalu begitu. :D
       Kenalkan, namaku Ririn Autumn Nadhilani. Panggil aja Onnie. Tapi terserah, sih. Mau Rin, Ririn, Autumn, Lani. Suka suka kalian. Yang pertama kali memanggilku Onnie itu papa. Kalau mama manggil Rin. Setelah papa meninggal aku meminta mama memanggilku Onnie. Hanya mama. Yang lain terserah.
       Tapi, jangan terkecoh dengan 'Autumn'. Bukan karena ada kata itu di namaku, berarti aku blasteran. Nggak. Aku orang Indonesia asli. 'Autumn' itu bermakna musim pertama kali mama dan papa bertemu. Ketika musim gugur di Inggris. Cerita pertemuan mereka panjang. Pokonya mereka bertemu saat musim gugur, deh!
      Kembali kepada cerita orang tuaku yang sekarang. Setelah hampir 4 tahun mama benar-benar gak mau "move on" dari papa, akhirnya mama bertemu dengan Om Yovie. Mereka pacaran sekitar 5 bulan lalu menikah. Om Yovie, aku memanggilnya ayah, benar benar baik dan asik! Dia seorang novelis yang terkenal bangeeeeet. Ketika adik menjailiku, dia selalu membelaku. Adil banget pokoknya.
      Dan, adikku yang jail banget (yang berati anak Om Yovie) itu Iqbal. Lengkapnya Iqbal Rizky Prasetya. Nama yang lumayan panjang juga manis. Aku suka namanya. Hanya nama. Cukup namanya. Orangnya.... tergantung sikon lah yaa... . Tapi bagaimanapun aku tetap menyanginya seperti adik kandung sendiri. Gak pernah mbahas "kamu anak tiri mama". Gak jarang sih kalimat itu terbesit ketika aku emosi kepadanya. Tapi, aku selalu menahan diri agar tidak menimbulkan masalah, yang bakal membuat ayah memanggil dokter karena mama darah tinggi menghadapiku. Iqbal walaupun cuek bangeeeet dan jaiiiiiiiiiil, itu topik yang cukup sensitif buat dia. Secara lah ya. Dia belum sempat mengenal mamanya. Berbicara seperti hanya mengingatkan Iqbal tentangnya
      Sebetulnya, lepas dari sifat jail, ngeselin, dan lain lainnya, Iqbal tu cowok yang manis. Dia kelas 3 SMA dan banyak yang nggebet dia. Bisa dibilang Iqbal tu cober alias cowok bersama. Coba cewek-cewek itu tau gimana penderitaanku tiap hari karena keisengannya. Tapi, yah ku akui dia emang ganteng, pinter, juga romantis. Siapa juga yang gak suka?
      Tapi, itu juga gak menguntungkan buatku. Karena sifat "manis"-nya itu, aku kena masalah. Nah, ini kembali dengan ke-bete-an ku ke Iqbal tadi.
      Ceritanya, aku duduk manis mendengarkan pelajaran guru sejarahku. Aku selalu pay attention karena sejarah termasuk pelajaran favoritku. Iqbal duduk dibelakangku. Aku dan Iqbal sebenarnya seumuran. Hanya beda bulan. Aku Maret sedangkan dia September. Makanya dia adik. Hehe....  Tapi aku jarang mau dipanggil kakak. Kliatan tua. Tapi kadang, Iqbal tetep manggil kakak. Nyebelin emang.  Back to masalah!
      Saat asik-asik cerita, tiba tiba ada gulungan kertas lewat dari belakang dan jatuh di depan kaki guruku. Pluk! Bunyinya gak terlalu keras. Secara bunyi kertas. Selembar lagi. Tapi mampu mengalihkan perhatian satu kelas. Guruku mengambil kertas itu sambil bertanya, "Siapa yang gak tau letak tempat sampah di sini?". Itu pertanyaan yang keluar bila ada yang membuang sampah sembarangan. Karena aku emang gak tau, jadi otomatis aku menggeleng.
      Saat dibuka kertas itu, raut muka guruku berubah. Wajahnya merah padam. Menyeramkan. Kami malah penasaran. Dan, yang terjadi selanjutnya merupakan awal kebetean ku hari ini.
      Guru membalik kertas itu sehingga kami sekelas bisa melihatnya. Karena aku di depan, dengan cepat aku menangkap bentuk gambar itu.
      Itu seperti gambar lingkaran yang besar dan dihiasi dengan parah.Setelah dilihat-lihat, itu gambar orang. Owh, di atasnya di tulisi "JATI DIRI BU RAHAYU YANG SEBENARNYA". Seisi kelas tertawa. Aku hanya tertawa kecil. Masih melihat gambar itu.
      Setelah ku perhatikan dengan seksama, aku menangkap maksud Bu Rahayu yang dari tadi melihatku. Di situ tertulis "SALAM MANIS, RIRIN AUTUMN NADHILANI" lengkap dengan tanda tanganku. Ketika aku berubah menjadi tercengang, Bu rahayu membacakan 'kalimat palsu' itu. Seisi kelas heboh.
      Hey! Dari tadi aku hanya duduk manis mendengarkan penjelasan Bu Rahayu. Dan tanda tangan itu, aku.... . Oh! Aku tau ini ulah siapa. Siapa lagi yang bisa meniru tanda tanganku dengan baik kalau bukan, IQBAAAAALLLL!
      Sumpah aku akan memasungnya di rumah! Tia yang ada disebelahku menyenggol, "Eh, nekat banget lu!"
      "Suer bukan gue! Ini kerjaannya Iqbal!" belaku.
      "Ririn! cepat ikut saya!" seru Bu Rahayu. Kelas sunyi seketika. But, Hello! Itu bukan salahku!
      "Itu bukan saya, bu! Daritadi saya hanya mendengarkan ibu" ujarku protes.
      "Lalu siapa? Disini ada tanda tanganmu? Apa kamu akan menyangkalnya?" sambarnya cepat. 
      Oh no, batinku. I'm in trouble. Dan ini semua ulah Iqbal!
      "Iya tu, Nie. Itu kan ttd lu." kata Iqbal dari belakang. Oooh... Aku akan benar-benar membunuhnya nanti.
      "Alah! itu lu kan?!" balasku sewot.
      "Sudah, Rin! Sekarang cepat ikut saya. CEPAT!" seru Bu Rahayu menggelegar. Cetar membahan banget, deh!
       Dengan berat hati aku berdiri dan berjalan keluar. Sempat terlihat olehku, Nia, sahabatku, memberikan semangat melalui isyarat (bayangkan sendiri deh). Gak sedikit yang meyeringai. Apalagi seringaian Iqbal yang menyebalkan. Hukh!!!!!!! >.
       Oleh Bu Rahayu aku digiring ke BP, duduk gak bergerak, dan dengan khusyuk harus mendengarkan ocehan guru BP. Tiap pertanyaan yang ditanyakan padaku tidak ku jawab. Malas. Toh pasti aku yang kena. Aku hanya diam sambil memikirkan caraku untuk memasung Iqbal. Itu malah membuat guru BP makin lama "menasehati".
        Setelah "prosesi" itu selesai, aku diperbolehkan mengambil tas di kelas lalu pulang. Hari ini pulang cepat akrena ada rapat guru. Syukurlah. Aku males liat wajah nyebelin dan kepo temen-temenku. Di kelas, aku dikenal sebagai anak yang aktif dan bereputasi bersih. Dan tiu semua tercoreng karena IQBAL!!!!!!
        Aku berjalan gontai di depan sekolah. Gak mbayangin gimana omelan mama nanti. Pasti Iqbal cerita. Akh!!!! BAD DAY EVER!!!!
        Tiiiin Tiiiiin!!!!
        Aku menoleh. Terlihat wajah lembut yang mengurangi kebeteanku hari ini. Nu. Asyiikkk!!! Dia njemput aku! Pasti di kasih tau Iqbal kalo hari ini aku pulang cepat. Harusnya aku berterima kasih ke Iqbal. Tapi, karena peristiwa "Kertas Gulung" tadi, aku gak bakalan sudi!
        Kenalin nih guys! Dia Nu, pacarku. Jiaaah... Pede banget. Tapi beneran lho. Nama lengkapnya Nugroho Septiadi. Nama yang terlalu tua menurutku untuk cowok seganteng dia. Sebetulnya nama panggilannya Nugrah, tapi aku lebih suka manggil dia Nu. Unyu aja. Dia sahabatku mulai SD. Kita pacaran udah lama. Sejak SMP kelas 2. Dia setahun lebih tua dari aku. Sekarang dia udah kuliah di UI. Universitas impianku sejak lama.
        Begitu melihatnya, aku langsung berlari menuju mobilnya dan masuk. He save my day! Seenggak-enggaknya mengurangi kecapeanku.
        "Hai, Nie" Sapanya
        "Hai juga. Dikasih tau Iqbal aku pulang jam segini?" Tanyaku.
        "Gak dikasih tau, sih. Tepatnya aku yang nanya." Jawab Nu sambil menstater mobilnya dan pelan tapi pasti, meinggalkan sekolahku, yang juga dulu sekolahnya.
       "Dalam rangka apa nanya?"
       "Yaah... Nanya. Gak mau dijemput?"
       "Mau banget lah. Lagian aku juga lagi bete"
       "Kenapa?" Dan dengan panjang x lebar + tinggi aku menceritakan semuanya ke Nu. Dia hanya tersenyum sambil mendengarkan ceritaku.
       Gitu cerita pagi petakaku. Yaah, mungkin bagian bersama Nu gak termasuk. Walaupun dia sempat menggodaku.

                                                                 _************_


        Aku sedang heboh bercerita dengan Olga, sahabatku yang sekarang ada di Palembang. Karena papanya dipindah tugaskan di sana, jadi sekeluarga diboyong juga. Sempet sedih juga dia pergi, tapi komunikasi kita masih lancar.

        "Hahaha!!" tawa Olga keluar begitu aku selesai bercerita. "Iqbal itu emang expert banget kalo ngisengin orang. takjub, deh"
       "Makanya jangan putus, dong. Gue kan punya orang yang bisa gue salah-salahin selain si Iqbal!" kataku jutek.
       "Eeeeh...  Kok gitu, sih!" ujar Olga sewot.
       Yaah... dia itu mantannya Iqbal. Tapi, waktu Olga pindah, mereka putus. Sayang banget. Lumayan ada yang bisa ngontrol Iqbal kalo lagi "kumat" selain ayah. Waktu kutanya kenapa putus, dua-duanya sama-sama jawab gak enak LDR (long distance relationship). Alasan apaan tuh! Kan sayang banget. Dua itu udah jodoh banget. Walaupun aku tau mereka sampe sekarang DDS (Diam diam suka). Dasar dua orang tu.....!
       "Ya masa cuman gara gara distance aja lu nyerah. LDR it's not the end of the world,honey" kataku sok bijak.
       "Kok lu malah ganti mojokin, sih! Gak wow lu!"
       "Habisnya...."
       "Oh ya, Nie..."
       "Apa?"
       Olga terdiam lama. Ngapain, sih ni anak?!
       "Ga... ??? Olga???"
       "Nggak!... Nggak jadi!"
       "Kenapa, sih lu? Kesambet?" tanyaku heran. Gak beres ni anak
       "Eh! Ndoainnya kok gitu, sih! Gue doain Iqbal makin hebat kalo ngerjain lu!" Ancamnya.
       "Ga...! Lu kok gitu?"
       "Gak kreatif lu. Baru juga gue ngomong kayak gitu."
       "Ya gue mau ngomong gimana?"
       "Tau', deh!"
       "Ga!" Dia kedengaran jutek... Oh Tuhanku... Jangan dia marah sama aku. Gak ada temennya dooong. Si Nu mbelain Iqbal. Mentang-mentang sobatan.
       "Eeeeh.... Jangan marah, dong! Becanda doang"
       "Udah, deh. Baterei gue mau abis. bye!" Ucapnya datar.
       "Gaaaaa!!!!"
       Tuuut.....Tuuuut.... . Yaah.... Dimatiin. Akh!
       Aku memberantakan kasurku, menendang apa yang ada di depanku (mau tembok terserah!), mencoret buku-buku yang ga kepake. Pokoknya JUTEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEK!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
       Aku heran. kenapa, sih pada nyebelin semua! Mana papa sama mama gak ada. Gak ada yang bisa mbelain. Nu juga udah mulai kumat jailnya, Olga ngambek, Iqbal lagi overdosis isengnya. Buset, deh!
       Ketika asik-asiknya nglamun, Iqbal masuk. Kacangin ajah, deh!, pikirku Males ngeladenin.
       "Buseeeet! Habis diputusin Nugrah yah lu? Ni kamar kena badai galau lu?" katanya. Aku diem.
       "Makanya jadi cewek jangan mintain pulsa mulu. Bangkrut lama-lama Si Nugrah. Kasian amat tu anak. Mana lu kalo minta maksa lagi." Iqbal memanas-manasi. Aku tetap diam. Sabaaar..... Sabaaaar.... .
       "Jadi cewek tu kayak Olga gitu lho. Nyenengin cowoknya mulu. Gak ngrepotin juga."
       "Alah, toh kalian juga putus" jawabku akhirnya. Sebel juga lama-lama.
       "Kan bukan karena masalah."
       "Tapi jarak. Klise banget."
       "Yang minta Olga."
       "Brarti yang nyusahin tu lu, bukan Olganya."
       "Sembarangn lu ngomong. Udah cepetan turun! Mama sama papa manggil."
       "Ngapain?" Gak berselera banget mau turun.
       "Mana gue tau? Ngapain kepo? Emangnya lu, Miss Kepo? Udah cepetan!"
       "Sialan lu!" maki ku.
       Iqbal turun duluan (kamarku di lantai 2. Bukannya maksud meredahkan yang baca. Barangkali aja ada yang bingung). Dengan malas aku turun. Pasti mama mau ngomel soal BP tadi. Kan daritadi pagi mereka pergi. Huph.... Nasib gak bagus minggu ini.
       Begitu sampai di ruang keluarga, aku langsung disambut konfetti. DI MUKA KU! Mama sempat berseru, tapi yang lain cuek aja. Sialan banget Iqbal. Mana sakit lagi. Mau maki Iqbal, tiba-tiba semua nyanyi.


  Happy Birthday Onnie....Happy birthday Onnie...  Happy Birthday Happy Birthday....  Happy Birthday Onnie!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!


        Semua orang yang kusayang disitu. Di rumahku. Di ruang keluarga. Ada mama, ayah, Iqbal, Nia, Olga, Steffy, Oxa (Steffy sama Oxa itu sahabatku yang lain), Nu. Akh... Aku terharu. Seandainya ada papa. It will be perfect.

        Melihatku berkaca-kaca, Steffy mendekatiku. "Kenapa, Nie? Lu gak seneng sama suprise kita? terlalu heboh, ya? Iqbal, sih!" katanya.
       Aku menghapus air mataku. "Nggak! Aku suka. Suka banget, kok. Walaupun emang sakit, sih" Ujarku yang memancing tawa semuanya.
      "Emang Iqbal kalo njailin gak kira-kira" kata Olga sambil njitak Iqbal yang sedang digandengnya . yang dijitak meringis.
      Melihat itu aku heran. "Kalian balikan?" tanyaku. Tapi gak ada yang jawab -_-".
      "Kok malah bahas gue, sih! HBD, Onnie!" seru Olga.
      Semua menyalamiku. dan aku tersadar tadi itu pasti "susunan acara" -nya Iqbal, Nu, dll. Gak sopan banget!
      Begitu semua makan kue, aku mulai bertanya.
      "Bal!" yang dipanggil noleh.
      "Apaan?"
      "Brarti, tadi tu lu sengaja ngerjain gue waktu sejarah?"  Iqbal menyeringai. "Ya iyalah"
      Aku berdiri, menaruh kueku, dan berjalan menuju Iqbal. begitu sampai, ku pukuli adikku yang nuaaakhal itu. Yang dipukulin cuman mengaduh.
      "Lu tu emang, yaaaaa..... Gak kira-kira kalo ngerjain! Walaupun gue ultah, emang harus kayak gitu? Malu tau!"
     "Eeeeh...! Sekelas sama Bu Rahayu udah tau kaliii! Emang gue udah janjian sama mereka."
     "Hah?????" semua melongo mendengar pengakuan Iqbal. Gila ni anak. Niat banget! Sampe guru di lobi.
     "Jadi ceritanya, gue bilang ke mereka kalo lu hari ini mau ultah. Gue juga ngomongin rencana gue itu. Bu Rahayu sama anak sekelas langsung setuju. Secara lu anak emasnya Bu Rahayu dan kesayangannya anak-anak. Tapi, kalo masalah BP, mereka emang gak tau."
     "Eeeeeeh! Nama gue kan bisa cemar banget di kalangan guru! Gokil lu!!!!!!!"
     "Ya Bu Rahayu pasti belain lu lah... Sewot banget, sih lu"
     Semua tertawa. Aku hanya meringis. Astaga............. Segitunya Iqbal ngasih suprise aku. Bikin darah tinggi aja.



Hey, you know what? It's my sweetest birthday ever! Tapi...


Nggak gitu juga kan caranya!!! >.<"

Dasar Iqbaaaaal!!!

First

Untuk pertama kalinya
Mata ini tertuju pada satu arah
Dan itu kamu

Untuk pertama kalinya
Hati ini berdebar-debar
Karena seseorang
Dan itu kamu

Untuk pertama kalinya
Tangan ini menuliskan banyak puisi
Tentang seseorang
Dan itu kamu

Yang nyata
Tidak wajar
Abstrak

Itu kamu

-DDS-

Secret Admirer Part 1 (cerbung)

Aku siap... Aku siap... Aku siap...

Nana bergumam kata-kata yang dia tiru dari tokoh spongebob squarepants itu berkali-kali sepanjang pagi. Dia juga berdandan rapi. Memaju-mundurkan badannya di depan pintu, seolah siap mendobrak pintu itu kapan saja.
Begitulah kebiasaan Athena Juvidi, putri kesayangan Karina Juno Prameswari dengan Mario Zevidi. Disebut putri kesayangan karena hanya dirinya anak mereka yang perempuan. Kakak Nana, Arestio Juvidi seorang laki-laki.
Okay, kembali ke Nana.
Begitulah kebiasaan Nana setiap pagi sebelum berangkat sekolah. Apabila dirinya sudah siap, sedangkan Sang Ayah dan kakaknya belum, dia akan stand by di depan pintu dan mengayun-ayunkan badannya sampai akhirnya mereka pamitan kepada Karina lalu berangkat. Orangtuanya membiarkan kebiasaan Nana itu. karena gak bisa dihilangkan, juga. Sedangkan sang kakak lebih suka menggodanya.
"Lo terus kayak gitu lama-lama jadi bandul!" godanya suatu hari. Nana membalaskan dengan memeletkan lidahnya dan tetap melakukan kebiasaannya.
Memang kebiasaan itu lama-lama jadi aneh. Nana mulai melakukannya dari SD dan sampai kelas 2 SMA dia masih belum bisa menghilangkan kebiasaan itu.
Nana masih mengayun-ayunkan badannya saat Ares, kakaknya, mengacak-acak rambutnya.
"Pamitan sana lo. Sebelum jadi bandul beneran!" kata Ares.
"Udah beres? Akhirnya..." dia menjawab sendiri pertanyaan retoris itu. "Ngalahin Ratu Inggris, tau nggak?"
"Lebay lo! Udah buruan! Keburu telat!" suruh Ares. Nana buru-buru menyalami mamanya yang masih di dalam.
"Kalo ada orang yang membuat kita berdua telat hari ini, itu lo kali! Dasar sipit!!" kata Nana begitu dia sampai di mobil dengan sang ayah. Mata Ares emang rada sipit. Keturunan ibunya.
"Enak aja lo! Lo aja kali yang emang kerajinan bangun jam 3 pagi! Ngapain sih? Nungguin gebetan lewat?" cibir Ares dari kursi depan. Ayahnya hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah 2 anaknya yang jaraaaang banget bisa akur.
"Idiiih...! Kalau ada cowok yang persis banget mukanya kayak Afgan, baru gue punya kecengan!" sahut Nana. Dia memang fans berat Afgan. Afganisme sebutannya.
"Lo cari compare Afgan. Pasaran tau nggak wajah kayak gitu! Sekalian dong yang jauh! Mario Maurer, kek. Lumayan, tuh…" goda Ares. Dia tau persis adiknya gak suka sama artis-artis dari Thailand. Mukanya cantik semua, katanya. yang artinya cowoknya pun juga cantik.
"Nggak ada yang lebih bagusan apa?" tanya Nana judes. Ares tertawa terbahak-bahak melihat respon Nana.
"Asem banget muka lo!" kata Ares ditengah tawanya
"Gak sopan banget sih lo!" seru Nana jengkel lalu mencoba memukuli kakaknya. Ares buru-buru menutupi kepala dengan lengannya masih dengan tertawa. Sang ayah berusaha melerai cikal bakal perang dunia ketiga itu.
"Udah... Papa gak konsen nih nyetirnya." lerainya.
"Papa nyetir ya nyetir aja. Kan aku nggak mukulin papa." sahut Nana polos. Sontak, sang papa menoleh ke arah Nana dan tawa Ares menyembur lagi. Kali ini lebih ngakak.
"Astaga!! Bisa-bisanya gue punya adek bego banget!" kata Ares. Sang papanya hanya geleng-geleng kepala dan kembali memfokuskan dirinya ke jalan di depannya.
“Lebay tau, nggak!” Nana memilih tidak mengutarakan argumennya. Apa coba yang lucu? Selera humor yang payah! Dasar sipit! umpat Nana dalam hati.

*****

Kalau bukan karena sobatnya, Ami, Nana gak bakalan berdiri di koridor diantara cewek-cewek yang melongokkan kepalanya ke bawah dengan antusias.
“Duh, mi… useless tau’! Ngapain sih kita di sini? Mana sempit banget lagi!” gerutu Nana sambil melirik cewek-cewek di sampingnya yang desak-desakkan untuk bisa melihat ke bawah.
“Dibilangin kita nungguin cowok baru itu!” jawab Ami.
“Idiiiiiih….! Siapa dia coba sampe harus disambut segala? Putra raja? Putra raja sekalipun gak bakal gue sambut! Kalo…,” belum selesai Nana ngomel Ami langsung menyahut Nana.
“Kalo ada Afgan kesini baru lo sambut! Iya gue tau! Bosen tau, nggak denger lo ngomong gitu tiap hari!” sahut Ami.
“Nah itu lo tau.” ujar Nana enteng.
“Sinting tau nggak lo.” Kata Ami pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Lebih sinting siapa coba sama orang yang nyambut cowok gak jelas dengan heboh kayak gini?” balas Nana sinis.
“Gak jelas lo bilang? Lo sih kemaren gak liat! Dia kesini kemaren buat ngurus administrasi. Sumpah, Naaa!! Tampangnya udah kayak Dewa Yunani gitu!!” Ami menerangkan dengan histeris.
“Kayak si Ares, dong?” goda Nana. Nama kakaknya itu memang nama salah satu figure Dewa dalam mitos Yunani, Dewa Perang.
“Tampangnya Kak Ares emang lumayan, tapi tu cowok lebih keceee!!!” jawab Ami.
“Lebay lo!” Nana memutar bola matanya. “Gue cabut.” Segera dia menyelip mencari celah diantara gerombolan teman-teman ceweknya yang juga ikut prosesi penyambutan si “putra raja” itu.
Pada gak beres, nih! batin Nana.

*****

Leonardo

Leo hanya melirik sekilas “berikade” yang dibentuk dadakan oleh cewek-cewek di sekolah barunya. Para cewek itu sibuk berbisik-bisik dengan temannya sambil melirik ke arahnya. Malah ada yang terang-terangan memanggilnya, “Selamat datang, Leoo!”
Dari setiap kepindahannya, hal yang paling Leo benci adalah ini. Banyaknya mata yang memandangnya pada hari pertamanya masuk sekolah sebagai murid baru. Dia benci sekali menjadi pusat perhatian. Apalagi perhatian yang dia dapat terlalu berlebihan. Seperti penyambutan ini.
Leo sama sekali tidak menghiraukan sambutan itu. Lebay, pikirnya. Dia merasa dirinya adalah salah satu hewan yang dipamerkan dari kandangnya untuk melakukan suatu atraksi.
Haha, you wish! batin Leo.
Dengan cueknya, dia keraskan volume lagu yang sedaritadi dia dengar melalui headset putih-nya. Dia pun berjalan santai ke arah kelasnya yang sudah diketahui letaknya tanpa menghiraukan gerombolan penyambut di sekelilingnya.

*****

“Leo di sini aja!”

“Ngimpi aja lo! Leo pasti maunya sama gue, dong!”

“Eh, Ki! Minggir, dong! Biar si Leo duduk di sini!”

Kelas IX.2 itu langsung riuh saat wali kelas mereka meminta Leo memilih tempat duduknya. Terutama para cewek. Leo menatap keriuhan di depannya dengan tatapan datar.
“Sudah cukup! Semuanya diaam!” seru Bu Rini, wali kelas tersebut. Kelas langsung senyap.
“Leo, kamu bisa duduk di belakang Ami dan Nana.” Kata Bu Rini sambil menunjuk 2 siswi yang disebutnya. Leo mengangguk kecil, lalu segera berjalan menuju bangku barunya. Dia duduk sendiri.
Saat ia melintasi kelas, setiap mata memandanginya. Dan Leo tetap mengacuhkan pandangan itu sampai dia akhirnya duduk.
Cewek di depannya memutar badan ke arahnya. Pipinya chubby, batin Leo.
“Hai! Kenalin, gue Ami.” Ami mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan. Leo menyambut tangan itu sambil tersenyum kecil.
“Gue Leo.” Ujarnya singkat. Ami melepas tangannya dan menyikut teman sebangkunya. Perempuan disebelahnya terusik. Dia menatap jengkel Ami. Ami membisikkan sesuatu padanya. Perempuan itu terlihat menolak apapun yang telah dibisikkan Ami. Mereka pun berdebat dengan suara pelan.
Leo hanya menggelengkan kepala melihat tingkah dua cewek di depannya.
Cewek di mana aja sama. Sama-sama lebay! komentar Leo dalam hati.
Dia mengambil buku kosong di tasnya. Dia mulai mencatat materi yang tengah diterangkan gurunya di depan. Dirinya agak terganggu dengan senggolan-senggolan Ami dan teman sebangkunya yang sedari tadi belum selesai.
Debat non-verbal dua cewek di depannya itu (yang terdiri dari sikut menyikut, lirikan tajam, dan senggol menyenggol) belum selesai sampai bel istirahat berbunyi. Leo hanya mengernyit. Kayaknya dia akan sering melihat adegan-adegan barusan untuk ke depannya.
Dia langsung berhenti memandang aneh 2 cewek aneh di depannya setelah melihat apa yang sedang berjalan ke arahnya.
Oh, great! keluh Leo. It is gonna be a loooooong day!

*****

Athena

Hari ini benar-benar menyebalkan untuk Nana. Kedatangan Leo, anak baru itu, benar-benar membuatnya kesal.
Dia susah untuk konsentrasi ke pelajaran dengan Ami menyenggolinya terus-menerus menyuruhnya berkenalan dengan anak baru itu, yang sialnya, duduk di belakang dia.
“Ntar istirahat aja kenapa, sih?” bisik Nana kesal.
Susah lah! Pasti nanti anak-anak dari kelas lain pada lari ke kelas kita buat kenalan sama tu cowok. Nyesel lo ntar!” balas Ami
“Kayak yang nggak ketemu dia lagi aja.” Sahut Nana enteng. Dan sepanjang pelajaran, Ami masih keukeuh dengan pendiriannya. Bikin orang bete aja!
Dan ucapan Ami benar. Pada jam istirahat, banyaaak sekali cewek-cewek dengan setianya menemani Leo menghabiskan waktu istirahat.
Karena bangkunya dan bangku Ami telah diboikot oleh Leo lovers itu, maka mereka berdua terpaksa menghabiskan waktu istirahat di luar kelas. Merupakan suatu hal yang tidak begitu Nana sukai.
Dan itu gara-gara “putra mahkota” itu!!!
“Ya ampun! Jelek banget tu muka! Ckckck… malu gue ngakuin lo adek!” kata Ares gak sopan saat Nana dan Ares menunggu jemputan di halte sekolah. Biasanya, mereka berdua pulang sendiri naik bus, tapi hari ini karena papanya pulang cepat (banget, malah), beliau berbaik hati menjemput anak-anaknya. Kebaikan hati itu disambut dengan sorak gembira kakak-adik itu. Kebetulan keduanya bersekolah di tempat yang sama.
“Gak begitu peduli dengan pengakuan lo. Gak ngaruh juga.” balas Nana jutek. Ares tertawa melihat reaksi sang adik.
“Kenapa sih lo? Jutek banget. Cerita, dong!” kata Ares. Walaupun sering banget mereka bertengkar, keduanya cukup akur untuk bisa bertukar cerita. Karenanya, sebete-betenya mereka, keduanya saling menyayangi. Ceritalah Nana soal kebeteannya hari itu. Ares menyimak cerita sang adik dengan serius.
Wait, si Leo itu yang tampangnya rada-rada mirip orang Thailand itu bukan?” tanya Ares begitu Nana selesai bercerita. Nana mengangguk.
“Haha! Makin gak suka aja ya lo sama orang Thailand.” Goda Ares. Nana hanya mendengus kesal.
“Cuekin aja lah, dek. Selama dia nggak ngganggu lo langsung, ya biarin aja.” Kata Ares. Tak lama kemudian terlihat mobil sang ayah mendekat.
Di mobil Nana banyak diam. Iya juga, ya? Ngapain gue bete gara-gara si anak baru itu? Ngabisin tenaga! Bego banget lo, Na. Sadar!
Nana memejamkan mata dan bersandar di jok mobil. Berharap ketika dia membuka matanya, dia sudah agak tenang.

*****

Ketenangan Nana gak berlangsung lama karena dirinya dipindah (dengan sadis dan kejam, kalo kata Nana) duduk sebangku dengan Leo. Dan dia sangat menyesali perpisahannya dengan Ami.
Leo orangnya dingiiiiiiiiiin banget. Udah gitu cuek, lagi. Nggak ada ramah-ramahnya deh tu anak!
Gak jarang malah mereka berantem. Yang suara ballpoint-nya Nana pas nulis ngeganggu lah, yang Leo suka sok gak denger kalo Nana tanya lah, banyak, deh!
Sering banget Leo itu ngomong siniiis banget ke Nana, dan Nana nggak pernah tau alasannya. Otomatis dia juga bales sinis. Dan terjadilah sinis-sinisan antar 2 orang itu.
Leo juga sering bikin Nana nggak konsen belajar gara-gara ketukan pensilnya waktu dia ndengerin musik pas pelajara lewat headset. Dan Leo nggak nanggapi keluhan Nana soal itu.
Leo itu nggak pernah bisa diajak diskusi ataupun kerja kelompok. Nilai Nana pasti jelek kalo sekelompok sama Leo.
Leo juga semaunya sendiri. Dia akan dengan santai (ngancem kalo Nana ngelawan)  ngambil catatan Nana soalnya pas gurunya nerangin dia tidur atau nge- gambar-gambar gak jelas di bukunya.
Pokoknya yang namanya Leonardo Aditya Haling itu ngeseliiiiiin banget!!
Namanya gak jelas lagi! (mulai nggak nyambung)
Sampe Ami sendiri kasian liatnya.
“Na, udahlah cuekin aja. Makin lo bete, makin seneng dianya.” Kata Ami suatu hari. Walaupun dalam hati dia juga lumayan naksir Leo, nggak mungkin juga dia mbelain Leo pada saat kayak gini. Habis diamuk Nana ntar. Nana kalo marah kan lumayan horror.
“Gue berusaha nyuekin, dia tambah ngeselin. Gue jutekin dikit, dia nyolot! Ngeselin banget, kan?! Tau deh maunya tuh orang apa!” cetus Nana kesal. Dia nggak habis pikir sama sekali maksud Leo. Hobi banget cari gara-gara sama dia.
“Sabar… ngomong-ngomong, gue tadi liat si Nugraha, lho!” kata Ami berusaha mengalihkan pembicaraan. Dan berhasil!
“Serius lo? Di mana? Ngapain?” Nana jadi heboh sendiri.
Nugraha Prasetya, anak kelas XI.1. Anak kelas sebelah. Gebetannya Nana. Dia bohong habis-habisan pada sang kakak soal ini. Kalo urusan kayak gini, yang namanya Arestio Zuvidi itu bisa reseeeeeeee’ banget!
Pernah waktu SMP dia cerita kalo dia suka sama cowok, dan cowok itu bener-bener dikepoin habis-habisan sama Ares. Sampe akhirnya si cowok tadi rada-rada takut sama Nana karena sering banget diperingatin sama Ares untuk nggak ngecewain adiknya. Maksudnya sih baik, tapi caranya itu lho!
Makanya Nana benar-benar “menutupi” sosok Nugraha ini. Ntar kakaknya berulah lagi. Bikin bete!
“Di kantin with his gank. Ketawa-ketawa gak jelas gitu.” Ujar Ami.
“Itu lagi becanda sama temennya, Mi. Gimana sih lo?” kata Nana.
“Belain terus deh tuh orang. Pangeran tercinta sih, ya…” sindir Ami.
“Apaan sih lo? Lebay!” dan 2 orang itu ketawa bareng.
Mereka bercanda cukup lama sampai teman sebangku Nana datang.
“Gue mau duduk.” Kata Leo pendek kepada Ami yang masih asik ketawa. Dia memang duduk di bangkunya Leo.
Nana memandang sinis Leo. “Kalo ngomong yang ramah, dong!”
“Gue ngomong sama Ami. Bukan sama lo.” balas Leo nggak kalah sinis. “Mi,” tatapannya kembali menuju Ami. Yang diliatin lansung berdiri dan menyingkir dari tempat itu. Begitu bangkunya kosong, Leo segera mendudukinya.
“Gue keluar aja, deh! Daah, Nana!” pamit Ami. Sebenernya dia pengen banget sama Ami, tapi males keluar.
“Kalo ketemu Nugraha bilang, Mi!” pesan Nana. Ami berhenti berjalan.
“Kenapa? Gue bilang ke dia kalo lo nyariin dia gitu? Oke.” Kata Ami santai.
“Eeeeeh!! Bukan bego! Yah elo cerita aja ke gue kalo ketemu dia.” ralat Nana. Ami mengangguk pelan.
“Oke fix. Daah!” Ami pun berlari keluar. Tinggalah di kelas itu Nana dan Leo berdua. Krik abis! Nana berkutat dengan novel yang dibacanya, Leo asik mendengar musik dari i-pod nya yang (untungnya) dia dengar menggunakan headset putih yang selalu dia pakai ke sekolah.
Tiba-tiba, ada sebungkus coklat dipangkuan Nana. Nana memandang coklat itu heran.
“Gue liat lo daritadi nggak keluar. Lo cuman bawa bekal roti, yang cuma lo makan 1 karena satunya diminta Ami. Kan lumayan makan coklat segitu buat ganjel perut, karena lo nggak bakalan kenyang lama makan roti setangkup doang.” Jelas Leo sambil konsen mendengarkan musiknya.
Nana benar-benar bingung dengan Leo. “Maksud lo?” tanyanya.
Leo melepas headsetnya. Dia memutar tubuhnya menghadap Nana. “Untuk ukuran anak pinter, pertanyaan lo bego banget.” ledek Leo. Nana memandang Leo tajam. “Maksudnya, tu coklat gue kasih ke lo, dan yang harus lo lakukan hanyalah makan itu coklat. Simple, kan? Nggak gue racunin kok. Masih ketutup kan bungkusnya? Aman.”
Nana masih memandang Leo curiga. “Dalam rangka apa lo ngasih ni coklat?”

“Misi perdamaian.” Kalimat itu membuat Nana melotot. Misi perdamaian?




To be continued...

Rabu, 30 April 2014

Suka Kamu

This is my first post. It's a poem (you can said so) or just some word, to disribe my feeling about someone.
Maybe it's useless, hehe. =)

Melihatmu tertawa
Melihatmu berjalan
Melihatmu tersenyum
Melihatmu berbicara
Melihatmu bercanda
Melihat sosokmu yang indah
Sudah sangat cukup bagiku

Tak perlu ada sapaan

Tak perlu ada lambaian
Tak perlu ada senyuman untukku

Karena hanya melihatmu

Itu sudah sangat cukup bagiku

Aku diam

Aku tak bergerak
Aku tak tampak
Dan aku sangat tidak peduli dengan tanggapanmu

Biarkan semua ini bias

Itu sudah sangat cukup bagiku

-DDS-